Jumat, 31 Juli 2009

lomba masak nasi goreng

Wow! suami dipilih untuk ikut lomba masak nasi goreng mendampingi bos no 1 di perusahaan. Ndak tahu alasannya kenapa pilihan jatuh ke suami. kabar ini diterima seminggu yang lalu. Dan untuk pelengkapannya juga diserahkan kesuami. Waduh! ini yang paling repotnya. Pasalnya peralatan rumah tangga kami tidak ada yang istimewa. Hanya untuk keperluan sehari-hari. Alhasil, saat ada kesempatan libur hari Minggu kita gunakan untuk hunting di setiap toko yang kira-kira punya peralatan makan yang cantik. Lagi-lagi, karena kota kecil dan penduduknya juga rata-rata biasa saja. Bukan yang tipe show. Barang yang dibutuhkan tidak ada.
Ya sudahlah, diakali saja. Akhirnya dengan bantuan daun pisang, mejenglah peralatan makan sederhana jadi lebih menarik.
Supaya nanti pas lomba tidak kalang kabut harus belajar dulu bagaimana menatanya nanti. Sekarang inilah hasil latihan. Nasi goreng dibalut telur dadar dan diberi garnish sederhana. Jadilah bentuk burung dan kupu-kupu. Tinggal kasih judulnya aja. Ah! ini saja " eagle and butterfly " Waduh kok lupa naruh lap makannya.

Dua hari sebelum lomba, kabar terbaru datang. Suami tidak jadi lomba dengan bos no 1. Karena si bapak masih keluar kota. Jadilah suami berpasangan dengan bapak penjabat sementaranya pak bos no 1. Tapi tetep saja semua diserahkan pada suami.

Sekarang sudah hari Jum'at. berarti tinggal sehari lagi lombanya. Mudah-mudahan aja nanti lancar masak nasi gorengnya dan lancar menatanya. Kira-kira dapet nomor gak ya? Mudah-mudahan aja dapet.

Selasa, 21 Juli 2009

rajutan-rajutan menarik

Membuat rajutan benang sendiri? mengapa tidak? awalnya sih takjub melihat taplak meja makan seorang teman yang berupa rajutan benang. Kok bisa ya buat rajutan sebesar itu? apa tidak bosan atau jenuh mengerjakannya. Waktu kutanyakan berapa lama membuatnya, ee.. dijawab kalau ternyata taplaknya hasil membeli. Kuamati langkah-langkah pembuatannya. Waktu itu aku memang hanya bisa membuat rajutan yang berupa tiang-tiang saja, tidak ada motif lain. Ini juga belajarnya duluuu sekali, dari seorang temen waktu kecil. Ya hanya berupa tiang-tiang itu. Kalaupun ada kombinasi, hanya ditambah rantai kosong saja supaya agak berpola sedikit. Kedalanya ada di "benang"nya. Karena tinggal dikota kecil, susah mendapatkan benang yang cocok untuk membuat aneka rajutan. Waktu itu yang ada hanya benang wol, itupun terbatas warna dan jumlahnya. Waktu anak keduaku lahir, sempat kubuatkan topi, kaos kaki, kaos tangan dan jaket dari benang wol, dan motif rajutnya juga hanya tiang-tiang. Tapi begitu kupakaikan, sepertinya kepanasan walau musim hujan. Jadilah akhirnya rajutanku menganggur dan akhirnya jadi penghuni kardus yang siap dikasihkan kesiapa saja yang mau.
Kemudian dengan benang wol pula sempat kubuat selimut, kalau ini sudah agak lumayan motifnya, tidak lagi berupa tiang-tiang dan pinggirannya juga sudah ada gelombangnya. Dan ternyata selimut ini bisa juga terpakai agak lama. Tapi susahnya kalau sudah dicuci dan yang mencuci ngawur, benangnya kadang-kadang putus dan jadi terburai rajutannya. Memang harus extra hati-hati merawatnya.
Lama-lama setelah mengenal beberapa tusukan, mulailah kubuat juga taplak-taplak kecil dari benang wol dan benang nilon. Kubuat beberapa bentuk, ada bulat, persegi dan oval. Sebenarnya taplak meja makan punya teman itu dari benang katun, tapi untuk mendapatkannya aku kesulitan. Pernah mendapatkan dalam bentuk gulungan kecil, tapi setelah kurajut ternyata banyak sekali bercak-bercak kecoklatan. Kupaksakan juga menyelesaikan rajutan, tapi setelah selesai tidak enak juga untuk memajangnya karena tidak bersih.
Kemudian aku mendapatkan kesempatan belajar membuat tas rajut yang dasarnya memakai ram-ram plastik. Selesai satu tas, kuhadiahkan ke kakak iparku. kemudian aku berniat membuat satu tas lagi, tapi aku sudah tidak punya benang. Alhasil ketika seorang menawarkan jasa untuk mencarikan benang, aku mengiyakan. Tapi setelah benang datang, ternyata salah ukuran, kekecilan. Kupaksa juga merajut diatas ramnya. Tapi dasar tidak sesuai ukuran, mau diakali juga tidak bagus. Kalau kukencangkan, kelihatan kain ramnya. Kalau kulonggarkan, jadinya kedodoran, tidak rapi. Akhirnya malas juga menyelesaikannya, sampai sekarangpun belum selesai-selesai. Padahal aku pesan beberapa warna dan dalam jumlah besar. Apa yang bisa kubuat dari benang yang salah ukuran ini ya? Pikirku waktu itu, kalau tidak dipakai jelas mubadzir, jadi harus bisa dimanfaatkan.
Kucoba membuat taplak meja makan saja, hasilnya pasti lumayan nanti. Benar juga, setelah memakan waktu yang lumayan lama, lebih dari dua bulan, akhirnya jadi juga sebuah taplak meja bundar ukuran delapan kursi yang menghabiskan benang lebih dari 2 kilo. Syukurlah bisa juga kuselesaikan.



Masih penasaran dengan benang katun, dimana aku harus membelinya. Kok ya gayung bersambut. Seorang teman yang katanya ibunya biasa membuat rajutan dari benang katun menawarkan jasa membelikan benang katun dalam betuk kiloan. Nanti kalau mau pakai harus menggulung sendiri. karena yakin benangnya tidak salah, maka langsung saja kusetujui karena aku sudah pengin sekali membuat taplak meja makan rajutan dari benang katun, yang kata teman kalau beli jadi juga mahal. Lumayanlah kalau seandainya bisa bikin sendiri dan motifnya juga suka-suka sendiri.

Setelah benang datang dan memang benar seperti yang kumaksud, mulailah kurajut sesuai motif yang kuinginkan. Hari-hari kulalui dengan rajutan, bahkan saat mengantar les anak-anak dan menungguinya kuisi dengan merajut, ingin cepat-cepat selesai saja dan bisa kubentangkan di meja makanku. Butuh waktu berbulan-bulan untuk menyelesaikannya. Dan setelah jadi dan terpajang di meja makan, seorang teman ingin membelinya. Waduh... enggak deh, ini bikinnya penuh perjuangan. Belum tentu aku nanti sanggup bikin lagi. Dan memang iya, sejak kubuat taplak meja makan ukuran delapan kursi itu, aku belum ingin membuat lagi. Aku hanya membuat rajutan-rajutan dengan ukuran lebih kecil, misal saja sebagai penutup sofa. Kapan akan kumulai membuat lagi ya? Pasti akan kubikin karena benang katun yang kupunya masih banyak.

Jarum-jarumku menari

Yes ! Akhirnya jadi juga hiasan dinding yang sangat menyita waktu ini, plong rasanya. Meski butuh berbulan-bulan untuk menyelesaikan satu hiasan "Kristik" ukuran 40 x 40 cm, tapi kalau sudah menyelesaikan satu gambar, ternyata dan pasti timbul lagi keinginan untuk membuat yang lainya. Terbukti, sudah ada beberapa yang kubuat dan terpajang di rumah ibu, juga rumahku. Kristik yang baru saja kuselesaikan, gambar "panda", pilihan anak-anak waktu ke toko peralatan jahit.
Kenapa baru sekarang kepikiran mau ngucapin terimakasih sama teman yang sudah mengajariku dengan sabar sampai bisa membuat begitu banyak kristik-kristik Sekarang sudah kehilangan jejaknya, maklumlah, sudah berpuluh tahun tidak berhubungan.
"Titik Kus Ariyani", nama salah satu teman karibku waktu itu. Sekitar tahun '77, kami sama-sama kelas lima SD. Cantik, kurus, rambutnya keriting. Jarak rumahku dan rumahnya sekitar 200 m. Hari itu, kebetulan sekali, pas main kerumahnya, dia sedang membuat kristik diatas kain yang sudah berpola untuk pakaian bayi. Dia jalani kegiatannya selain sebagai hobby juga sebagai pekerjaan untuk mengisi waktu luangnya. Mungkin pemikiran orang-tuanya waktu itu, dari-pada anaknya main keluar rumah, mending dicarikan kegiatan positif dan juga menguntungkan. Kulihat ada bertumpuk kain telah menanti untuk dibuat hiasan dari tangannya. Dengan mengamati jari-jarinya yang cekatan, lama-lama aku jadi tertarik juga ingin mencoba.
Kutunggu dia menyelesaikan satu hiasan. Kuambil satu kain yang bertumpuk itu, masih kosong, belum ada hiasan apa-apa, dia juga mengambil satu. Kusamakan benang yang akan dibuatnya. Lalu langkah-demi langkah tusukan jarum kusamakan dengan langkahnya. Agak kaku juga memulainya. Harus menghitung tepat tusukan supaya tidak terlewat atau kebanyakan. Walaupun agak lama, akhirnya kuselesaikan juga satu hiasan di kain berpola itu. Dan sepertinya aku ketagihan. Kuambil lagi kain dan mulai kukerjakan tusukan-tusukan kristik. Kuselesaikan lagi satu hiasan. Akhirnya jariku mulai luwes mengerjakannya.
Sepulang dari rumah teman, kuceritakan pada ibu apa yang baru saja kukerjakan dan kuceritakan juga kalau aku sudah bisa membuat hiasan kristik. Ibu terlihat senang dan beberapa hari kemudian ibu mengajakku ke toko peralatan jahit dan membelikanku satu plastik atau satu set, yang didalamnya ada kain kristik, jarum, benang, dan gambar kristik. Ibu sengaja memilihkan gambar yang sederhana dan ukurannya kecil.
Kalau kuingat kristik pertama yang akan kubuat waktu itu untuk hiasan rumah adalah kalimat "Bismillaahirrahmaanirrahiim" dalam huruf arab. Agak lama juga untuk menyelesaikannya. Yang paling membosankan ketika harus menyelesaikan "ngeblok" dengan satu warna. Rasanya semakin lama saja selesainya. Tapi akhirnya selesai juga hiasan kristiknya. Lega dan puas rasanya bisa membuat hiasan dinding sendiri. Bapak kemudian membawanya ketempat pembuatan pigura. Berhari-hari kutunggu jadinya, penasaran bagaimana nanti hasilnya setelah dipigura dan diberi kaca. Akhirnya waktunya mengambil hiasan kristik yang sudah dipigura. Senang sekali rasanya setelah melihat hasilnya. Bapak kemudian menggantungkannya di ruang makan. Hiasan kristik pertamaku yang kubuat sendiri.
Beberapa tante kemudian minta dibuatkan juga. Namanya juga lagi senang-senangnya membuat, dengan senang hati kubikinkan. Walaupun kegiatan ini akhirnya membuatku lebih banyak dirumah. Tapi tidak apa-apa, aku juga menikmatinya. Setelah itu, hiasan-hiasan kristik dengan gambar-gambar yang lebih rumit menurutku waktu itu, terus saja kukerjakan dan inilah salah satu kegiatan di waktu luangku. Kesenanganku.Waktu berlalu, mata rasanya sudah tidak seawas dulu ketika mengamati lubang-lubang kecil kain kristik, harus memakai kaca-mata. Ah, inilah kendalanya kalau harus membuat lagi.
"Titik" teman masa kecilku, teman mainku waktu SD. Walau mungkin terlambat, tak ada salahnya kuucapkan terima-kasih yang sebesar-besarnya sekarang.