Senin, 28 September 2009

Kerennya mobil pemadam kebakaran

Rencananya mau foto-foto di depan pabrik dan obor. Tapi mampir dulu di Fire Station. Jeprat-jepret sama mobil pemadam asyik juga. Mobilnya yang besar dan keren. Sulungku punya usul pinjam baju pemadamnya. Setelah maju mundur, akhirnya sang papah memutuskan pinjam Asyik! Eh, nggak nyangka. Sama Bapaknya yang lagi jaga selain dipinjami baju pemadam lengkap dengan helmnya, malah dikasih lighting juga. Mobil-mobil juga dinyalakan. Bener-bener sip. Nih dia hasil jepretannya.




































ayuuukk... buat ketupat

Akhirnya bisa juga bikin ketupat, setelah tanya sana sini dan tanya mbak yang ikut dirumah. Wow njlimet betul caranya. Pertama belajar menggunakan daun kelapa, setelah agak lancar akhirnya bikin pake pita. Cantik juga hasilnya, bisa digantung di pintu pas hari raya. Ni dia hasilnya
Ketupat lebaran

Ketupat tahu
ketupat segi empat

Kapan ya menyusul ketupat-ketupat bentuk lain? Udah beli bukunya sih, cuma belum sempet nyoba aja, udah keburu nyiapin kue dan masakan buat lebaran. Kali ini masak opor ayam lengkap dan mie baso.

Selasa, 25 Agustus 2009

Aiiiihhhh... Alma..

Pekerjaan sekolah bungsuku kelas 6 SD, katanya sih mau bikin boneka. Nggak tahu mau bikin boneka apa. Secepatnya meluncurlah aku dan bungsuku ke toko peralatan jahit-menjahit mencari kebutuhannya sebelum malam datang. Biasa, besok pagi mau dibawa kesekolah. Kenapa.... nggak kemarin-kemarin nyari perlengkapan. Dan seperti biasanya juga "lupa". Haiyah.. !! kebiasaan.. Kami sibuk ditoko jahit untuk mencari bahan yg diperlukan.

"Bikin boneka apa sih dik besok ?"

"Nggak tahu..! pokoknya boneka..! dari kaos kaki dan kain flanel"

Lhaiiikk..!! dianya aja nggak jelas mau bikin apa, gimana mau nyari bahannya.. Kepikir aja kalau yg mau dibuat nanti boneka manusia, jadi warna bahan yang dipilih harus sesuai. Milih.. milih.. akhirnya terbelilah kaos kaki warna krem, maksud hati untuk menyamakan warna badannya dan kain flanel warna oranye dan ungu untuk membuat baju dan pernik-perniknya. Kemudian membeli kapas utk isi boneka dan kancing utk matanya.

"Mulutnya apa ya dik..?"

"Apa ya Ma.. ?"

"Yaaaaahhh... ganti nanya.. emang gurunya nggak bilang untuk mulutnya dibuat dari apa. Ya udah diakalin aja ya dibuat dari sulaman benang"

Tak ketinggalan beli juga kertas karton untuk membuat polanya. Padahal dirumah masih ada juga sisa-sisa kertas karton yang lalu.

Paginya dibawalah seperangkat perlengkapan prakarya ke sekolah utk dikerjakan. Katanya harus dikerjakan di sekolah. Hihihi... gurunya takut kalau dikerjain dirumah pasti emak-emak yang ngerjakan. Betul pak guru..!!

Siang hari jam pullang sekolah 13.30 sampailah bungsuku di rumah. Apa yang dikerjakannya siang ini? Ganti baju dan upacara lainnya, makan, sholat.. ee.. dia mulai ngerjakan prakaryanya. Pola yg sudah dibuat di sekolah dijahit tangan. Waktu kutanya apa yg sdg dibuatnya, dia jawab sedang ngerjakan badan dan kepala boneka. Kuamati menjahitnya, tangannya menusukkan jarum dengan hati-hati takut tertusuk jarinya. Kuamati juga bentuk yang dia buat. Belum jelas juga mau bikin apa. Saat kutanya jawabannya pokoknya kata pak guru disuruh bikin badan dan kepala. Lha iya... tapi badannya siapa? kepalanya siapa?

"Nggak tahu.. ya disuruhnya bikin kayak gini.."

Hampir selesai juga jahitannya, dan sebelum menutup penuh jahitan kaos kakinya dia isi dulu dgn kapas. Setelah disara cukup isinya barulah diselesaikan jahitannya. Ini butuh waktu berjam-jam, betah juga ya duduk berusaha menyelesaikan badan bonekanya. Kemudian dia simpan lagi katanya mau dilanjutkan disekolah. Berarti masih minggu depan selesainya, pikirku.

Hari yg sama dgn jadwal prakarya. Dia bawa lagi ke sekolah perlengkapan jahitnya utk meneruskan bersama teman-teman sekelasnya.

Jam yang sama pulang sekolah 13.30. Taraaa... dia tunjukkan hasilnya. Lha... Ternyata bikin pinguin. Wah salah warna dong. Kenapa nggak bikin dengan kaos kaki warna hitam dan kain flanel warna putih ya? yaaaachhh... wis kadung, mau gimana lagi..? ganti..?

Inilah karena instruksi guru yg gak jelas mau bikin apa, jadinya salah deh. Eiit..! atau anakku yg nggak mendengarkan ya ketika gurunya bilang mau bikin pinguin.

Tapi... lumayanlah, tanpa bantuanku dia bisa menyelesaikan prakaryanya.

Hebat nak!

Rabu, 19 Agustus 2009

sim-salabim

Kertas HVS yang sudah tidak terpakai lagi alias kertas bekas mulai kuseleksi, kalau-kalau satu sisinya masih kosong. Lumayan, masih bisa dipakai bikin catatan-catatan atau untuk belajar anak-anak kalau butuh coretan-coretan. Seperti biasanya, begitu dapet beberapa lembar, kertas HVS ini kusimpan dilaci masih dalam lembaran utuh dan kutumpuk begitu saja. Kalau pas butuh tinggal comot seperlunya. Cuma masalahnya sekarang, kalau anak-anak yang ngambil, suka berantakan, jadi kertas yang tadinya licin suka ada yang kelipat-lipat.

Gimana ya mengakalinya? Kupikir, kupotong jadi dua saja supaya ukurannya lebih kecil dan kubendel pakai penjepit kertas. Supaya anak-anak kalau ngambil bisa satu bendelan dan dilaci jadi tetep rapi. Benar juga, setelah beberapa waktu berlalu, susunannya masih rapi. Kini tinggal membuat supaya penampilannya jadi lebih menarik. Gimana ya?

Baru ingat kalau ternyata aku punya kertas gelombang warisan dari temen yang pindah rumah. Sepertinya bisa kumanfaatkan jadi sampulnya. Pasti lebih keren dan kelihatan lebih rapi. Jadi nggak malu makai didepan teman kalau makai kertas bekas. Lumayan, bisa berhemat. Kertas bekasku kini bisa ikut mejeng diacara rapat nih.

Jumat, 31 Juli 2009

lomba masak nasi goreng

Wow! suami dipilih untuk ikut lomba masak nasi goreng mendampingi bos no 1 di perusahaan. Ndak tahu alasannya kenapa pilihan jatuh ke suami. kabar ini diterima seminggu yang lalu. Dan untuk pelengkapannya juga diserahkan kesuami. Waduh! ini yang paling repotnya. Pasalnya peralatan rumah tangga kami tidak ada yang istimewa. Hanya untuk keperluan sehari-hari. Alhasil, saat ada kesempatan libur hari Minggu kita gunakan untuk hunting di setiap toko yang kira-kira punya peralatan makan yang cantik. Lagi-lagi, karena kota kecil dan penduduknya juga rata-rata biasa saja. Bukan yang tipe show. Barang yang dibutuhkan tidak ada.
Ya sudahlah, diakali saja. Akhirnya dengan bantuan daun pisang, mejenglah peralatan makan sederhana jadi lebih menarik.
Supaya nanti pas lomba tidak kalang kabut harus belajar dulu bagaimana menatanya nanti. Sekarang inilah hasil latihan. Nasi goreng dibalut telur dadar dan diberi garnish sederhana. Jadilah bentuk burung dan kupu-kupu. Tinggal kasih judulnya aja. Ah! ini saja " eagle and butterfly " Waduh kok lupa naruh lap makannya.

Dua hari sebelum lomba, kabar terbaru datang. Suami tidak jadi lomba dengan bos no 1. Karena si bapak masih keluar kota. Jadilah suami berpasangan dengan bapak penjabat sementaranya pak bos no 1. Tapi tetep saja semua diserahkan pada suami.

Sekarang sudah hari Jum'at. berarti tinggal sehari lagi lombanya. Mudah-mudahan aja nanti lancar masak nasi gorengnya dan lancar menatanya. Kira-kira dapet nomor gak ya? Mudah-mudahan aja dapet.

Selasa, 21 Juli 2009

rajutan-rajutan menarik

Membuat rajutan benang sendiri? mengapa tidak? awalnya sih takjub melihat taplak meja makan seorang teman yang berupa rajutan benang. Kok bisa ya buat rajutan sebesar itu? apa tidak bosan atau jenuh mengerjakannya. Waktu kutanyakan berapa lama membuatnya, ee.. dijawab kalau ternyata taplaknya hasil membeli. Kuamati langkah-langkah pembuatannya. Waktu itu aku memang hanya bisa membuat rajutan yang berupa tiang-tiang saja, tidak ada motif lain. Ini juga belajarnya duluuu sekali, dari seorang temen waktu kecil. Ya hanya berupa tiang-tiang itu. Kalaupun ada kombinasi, hanya ditambah rantai kosong saja supaya agak berpola sedikit. Kedalanya ada di "benang"nya. Karena tinggal dikota kecil, susah mendapatkan benang yang cocok untuk membuat aneka rajutan. Waktu itu yang ada hanya benang wol, itupun terbatas warna dan jumlahnya. Waktu anak keduaku lahir, sempat kubuatkan topi, kaos kaki, kaos tangan dan jaket dari benang wol, dan motif rajutnya juga hanya tiang-tiang. Tapi begitu kupakaikan, sepertinya kepanasan walau musim hujan. Jadilah akhirnya rajutanku menganggur dan akhirnya jadi penghuni kardus yang siap dikasihkan kesiapa saja yang mau.
Kemudian dengan benang wol pula sempat kubuat selimut, kalau ini sudah agak lumayan motifnya, tidak lagi berupa tiang-tiang dan pinggirannya juga sudah ada gelombangnya. Dan ternyata selimut ini bisa juga terpakai agak lama. Tapi susahnya kalau sudah dicuci dan yang mencuci ngawur, benangnya kadang-kadang putus dan jadi terburai rajutannya. Memang harus extra hati-hati merawatnya.
Lama-lama setelah mengenal beberapa tusukan, mulailah kubuat juga taplak-taplak kecil dari benang wol dan benang nilon. Kubuat beberapa bentuk, ada bulat, persegi dan oval. Sebenarnya taplak meja makan punya teman itu dari benang katun, tapi untuk mendapatkannya aku kesulitan. Pernah mendapatkan dalam bentuk gulungan kecil, tapi setelah kurajut ternyata banyak sekali bercak-bercak kecoklatan. Kupaksakan juga menyelesaikan rajutan, tapi setelah selesai tidak enak juga untuk memajangnya karena tidak bersih.
Kemudian aku mendapatkan kesempatan belajar membuat tas rajut yang dasarnya memakai ram-ram plastik. Selesai satu tas, kuhadiahkan ke kakak iparku. kemudian aku berniat membuat satu tas lagi, tapi aku sudah tidak punya benang. Alhasil ketika seorang menawarkan jasa untuk mencarikan benang, aku mengiyakan. Tapi setelah benang datang, ternyata salah ukuran, kekecilan. Kupaksa juga merajut diatas ramnya. Tapi dasar tidak sesuai ukuran, mau diakali juga tidak bagus. Kalau kukencangkan, kelihatan kain ramnya. Kalau kulonggarkan, jadinya kedodoran, tidak rapi. Akhirnya malas juga menyelesaikannya, sampai sekarangpun belum selesai-selesai. Padahal aku pesan beberapa warna dan dalam jumlah besar. Apa yang bisa kubuat dari benang yang salah ukuran ini ya? Pikirku waktu itu, kalau tidak dipakai jelas mubadzir, jadi harus bisa dimanfaatkan.
Kucoba membuat taplak meja makan saja, hasilnya pasti lumayan nanti. Benar juga, setelah memakan waktu yang lumayan lama, lebih dari dua bulan, akhirnya jadi juga sebuah taplak meja bundar ukuran delapan kursi yang menghabiskan benang lebih dari 2 kilo. Syukurlah bisa juga kuselesaikan.



Masih penasaran dengan benang katun, dimana aku harus membelinya. Kok ya gayung bersambut. Seorang teman yang katanya ibunya biasa membuat rajutan dari benang katun menawarkan jasa membelikan benang katun dalam betuk kiloan. Nanti kalau mau pakai harus menggulung sendiri. karena yakin benangnya tidak salah, maka langsung saja kusetujui karena aku sudah pengin sekali membuat taplak meja makan rajutan dari benang katun, yang kata teman kalau beli jadi juga mahal. Lumayanlah kalau seandainya bisa bikin sendiri dan motifnya juga suka-suka sendiri.

Setelah benang datang dan memang benar seperti yang kumaksud, mulailah kurajut sesuai motif yang kuinginkan. Hari-hari kulalui dengan rajutan, bahkan saat mengantar les anak-anak dan menungguinya kuisi dengan merajut, ingin cepat-cepat selesai saja dan bisa kubentangkan di meja makanku. Butuh waktu berbulan-bulan untuk menyelesaikannya. Dan setelah jadi dan terpajang di meja makan, seorang teman ingin membelinya. Waduh... enggak deh, ini bikinnya penuh perjuangan. Belum tentu aku nanti sanggup bikin lagi. Dan memang iya, sejak kubuat taplak meja makan ukuran delapan kursi itu, aku belum ingin membuat lagi. Aku hanya membuat rajutan-rajutan dengan ukuran lebih kecil, misal saja sebagai penutup sofa. Kapan akan kumulai membuat lagi ya? Pasti akan kubikin karena benang katun yang kupunya masih banyak.

Jarum-jarumku menari

Yes ! Akhirnya jadi juga hiasan dinding yang sangat menyita waktu ini, plong rasanya. Meski butuh berbulan-bulan untuk menyelesaikan satu hiasan "Kristik" ukuran 40 x 40 cm, tapi kalau sudah menyelesaikan satu gambar, ternyata dan pasti timbul lagi keinginan untuk membuat yang lainya. Terbukti, sudah ada beberapa yang kubuat dan terpajang di rumah ibu, juga rumahku. Kristik yang baru saja kuselesaikan, gambar "panda", pilihan anak-anak waktu ke toko peralatan jahit.
Kenapa baru sekarang kepikiran mau ngucapin terimakasih sama teman yang sudah mengajariku dengan sabar sampai bisa membuat begitu banyak kristik-kristik Sekarang sudah kehilangan jejaknya, maklumlah, sudah berpuluh tahun tidak berhubungan.
"Titik Kus Ariyani", nama salah satu teman karibku waktu itu. Sekitar tahun '77, kami sama-sama kelas lima SD. Cantik, kurus, rambutnya keriting. Jarak rumahku dan rumahnya sekitar 200 m. Hari itu, kebetulan sekali, pas main kerumahnya, dia sedang membuat kristik diatas kain yang sudah berpola untuk pakaian bayi. Dia jalani kegiatannya selain sebagai hobby juga sebagai pekerjaan untuk mengisi waktu luangnya. Mungkin pemikiran orang-tuanya waktu itu, dari-pada anaknya main keluar rumah, mending dicarikan kegiatan positif dan juga menguntungkan. Kulihat ada bertumpuk kain telah menanti untuk dibuat hiasan dari tangannya. Dengan mengamati jari-jarinya yang cekatan, lama-lama aku jadi tertarik juga ingin mencoba.
Kutunggu dia menyelesaikan satu hiasan. Kuambil satu kain yang bertumpuk itu, masih kosong, belum ada hiasan apa-apa, dia juga mengambil satu. Kusamakan benang yang akan dibuatnya. Lalu langkah-demi langkah tusukan jarum kusamakan dengan langkahnya. Agak kaku juga memulainya. Harus menghitung tepat tusukan supaya tidak terlewat atau kebanyakan. Walaupun agak lama, akhirnya kuselesaikan juga satu hiasan di kain berpola itu. Dan sepertinya aku ketagihan. Kuambil lagi kain dan mulai kukerjakan tusukan-tusukan kristik. Kuselesaikan lagi satu hiasan. Akhirnya jariku mulai luwes mengerjakannya.
Sepulang dari rumah teman, kuceritakan pada ibu apa yang baru saja kukerjakan dan kuceritakan juga kalau aku sudah bisa membuat hiasan kristik. Ibu terlihat senang dan beberapa hari kemudian ibu mengajakku ke toko peralatan jahit dan membelikanku satu plastik atau satu set, yang didalamnya ada kain kristik, jarum, benang, dan gambar kristik. Ibu sengaja memilihkan gambar yang sederhana dan ukurannya kecil.
Kalau kuingat kristik pertama yang akan kubuat waktu itu untuk hiasan rumah adalah kalimat "Bismillaahirrahmaanirrahiim" dalam huruf arab. Agak lama juga untuk menyelesaikannya. Yang paling membosankan ketika harus menyelesaikan "ngeblok" dengan satu warna. Rasanya semakin lama saja selesainya. Tapi akhirnya selesai juga hiasan kristiknya. Lega dan puas rasanya bisa membuat hiasan dinding sendiri. Bapak kemudian membawanya ketempat pembuatan pigura. Berhari-hari kutunggu jadinya, penasaran bagaimana nanti hasilnya setelah dipigura dan diberi kaca. Akhirnya waktunya mengambil hiasan kristik yang sudah dipigura. Senang sekali rasanya setelah melihat hasilnya. Bapak kemudian menggantungkannya di ruang makan. Hiasan kristik pertamaku yang kubuat sendiri.
Beberapa tante kemudian minta dibuatkan juga. Namanya juga lagi senang-senangnya membuat, dengan senang hati kubikinkan. Walaupun kegiatan ini akhirnya membuatku lebih banyak dirumah. Tapi tidak apa-apa, aku juga menikmatinya. Setelah itu, hiasan-hiasan kristik dengan gambar-gambar yang lebih rumit menurutku waktu itu, terus saja kukerjakan dan inilah salah satu kegiatan di waktu luangku. Kesenanganku.Waktu berlalu, mata rasanya sudah tidak seawas dulu ketika mengamati lubang-lubang kecil kain kristik, harus memakai kaca-mata. Ah, inilah kendalanya kalau harus membuat lagi.
"Titik" teman masa kecilku, teman mainku waktu SD. Walau mungkin terlambat, tak ada salahnya kuucapkan terima-kasih yang sebesar-besarnya sekarang.

Jumat, 15 Mei 2009

Ketrampilan Dari Teman


Teman lama datang lagi ke Bontang, kali ini diundang dari organisasi kewanitaan untuk memberikan kursus ketrampilan. Teman ini ahli berketrampilan dan memang membuka usaha menjual barang-barang yang dibuatnya dari bahan-bahan limbah, seperti rangkaian bunga dari kulit jagung, biji-bijian, daun lontar dan masih banyak lagi. Kali ini yang akan diberikan dalam kursus ketrampilan ini ada dua materi. Yang pertama dari bahan gedebog pisang dan yang kedua dari koran bekas.

Karena untuk gedebog pisang ini perlu dikeringkan dan membutuhkan waktu berhari-hari, maka Bahan-bahan ini sudah disediakan. Ibu-ibu yang ikut tinggal mengganti sejumlah rupiah. Ketika kursus, baru diterangkan bagaimana cara mengeringkan dan cara memisahkan lapisan gedebog bagian luar dan dalam. Memang rumit, kalau tidak hati-hati bisa hancur gedebog yang sudah kering itu. Juga untuk bahan-bahan dari Koran bekas, semua sudah disediakan.

Sesi pagi, yaitu merangkai bunga dan membuat aneka ketrampilan dari gedebog pisang yang sudah dikeringkan. Degebog pisang dan daun lontar kemudian diguntung sesuai pola yang diinginkan. Kemudian disolder untuk memberikan tekstur pada kelopak-kelopak yang sudah dibuat. Tinggal merangkainya di kawat dengan lem. Jadilah rangkaian bunga yang menarik.

Kemudian gedebog kering akan dipakai untuk melapisi karton yang sudah dibuat kotak untuk tempat tisu. Gedebog kemudian diberi lem dan siap ditempelkan ke karton. Penempelan ini harus hati-hati karena untuk dibagian lipatan biasanya gampang sobek. Jadi memang harus ekstra teliti dan hati-hati. Akhirnya jadi juga kotak tisu yang dilapisi gedebog pisang. Tinggal difernis atau di cat warna bening.

Sesi kedua, yaitu memanfaatkan Koran bekas. Pertama akan membuat kertas daur ulang. Pertama yang harus dilakukan adalah membuat bubur dari kertas koran. Dengan cara koran disobek-sobek kecil, direndam seharian, kemudian diblender. Seberapa halus yang diinginkan, lebih halus berarti harus berulang-ulang juga memblendernya. Koran yang sudah jadi bubur ini kemudian dicampur dengan lem, kemudian siap dicetak menjadi kertas daur ulang dengan cara menyaringnya menjadi lembaran. Setelah itu baru dijemur. Sayang waktu itu tidak ada panas matahari. Jadi harus dilanjutkan dirumah.
Selain itu, dari bubur koran ini bisa dibuat hiasan tempel yang ada magnitnya. Caranya bubur koran tadi disaring dan diperas supaya ketika dicampur lem bisa seperti adonan kue. Baru kemudian dicetak sesuai selera. Setelah dikeluarkan dari cetakan baru dijemur. Dan lagi-lagi karena tidak ada panas inipun juga jadi PR.

Ada ladi ketrampilan dari koran ini, yaitu membuat deco. Yaitu membuat lembaran koran menjadi sebuah buku tebal. Kira-kira setebal 2 sampai 3 cm. Dibuka bagian tengannya dan beberapa lembar dilubangi ditengah sesuai selera, mau dibentuk bulat, kotak hati, oval. Intinya nanti akan dibuat untuk menaruh foto. Lalu setiap lembarnya dari yang terluar dilem menjadi beberapa lembar agak tebal. Dari lembar yang agak tebal ini kemudian dilem lagi dan sisatukan dengan cara dibentuk gelembung. Ini dibuat di kedua sisi.

Setelah kering, siap dilakukan pengecatan. Pertama dipulaskan lem agak tebal supaya bisa memberikan efek guratan-guratan jika nanti dicat. Setelah kering baru dicat dengan menggunakan cat kayu. Selesailah membuat deco.

Yang terakhir adalah membuat aneka wadah dari koran bekas. Inipun sebenarnya sudah disiapkan bahannya, yaitu jalinan koran dengan cara mengepang seperti mengepang rambut. Pertama koran dipotong memanjang selebar penggaris atau sekitar 3 cm. Kemudian tiap tiga lembarnya dilipat dan kemudian dikepang. Beberapa bentuk telah dibuat dengan cara menjahit. Pekerjaan ini memang berat. Belum lagi yang karna tak bisa menembus koran malah jarinya yang tertusuk. Tapi dari bentuk yang dihasilkan bisa bermacam-macam. Bisa dibuat tas, tempat tisu, tempat permen dan lain lain. Jadilah sudah ketrampilan koran dengan dijahit.

Kemudian setelah pulang aku ingin membuat dengan cara lain. Dan yang lebih mudah dikerjakan. Kuakali saja dengan cara mengelem diatas kardus yang tak terpakai. Jadilah sekarang kotak-kotak tempat majalah, tempat CD. Dan sekarang barang-barang dirumah tidak berceceran lagi, karena sudah punya tempat-tempat yang menarik, dari koran bekas. Tanks friend.

Kamis, 14 Mei 2009

Hmmmm... lukisanmu..

Dari kecil dia memang jago melukis, itu menurutku. Waktu itu memang hanya sebatas mencoret-coret di kertas yang tidak terpakai. Saat berumur 2 tahun, yang paling disukainya adalah menggambar tokoh film pahlawan yaitu Batman. Meski tidak persis Batman, tapi aku tahu maksud dari lukisannya. Menggambar kepala dengan sayap hitam yang mengembang kesamping. Dengan bertambahnya usia, dia mulai menggambar beragam pesawat dari berbagai arah dan merupakan gambar tiga dimensi menurutku, juga menggambar benda-benda yang menarik baginya, seperti robot, ultraman, satria baja hitam, dan masih banyak lagi.

Waktu liburan ke Ancol, kalau tidak salah saat itu dia duduk diklas 1 SD. Saat pulang melewati lobby, dia minta dibelikan mainan ikan hiu dari plastik yang kalau ditekan akan mengeluarkan bunyi. Dan sesampainya di Hotel dia langsung menggambarnya dari berbagai sudut pandang, dari atas, samping, bawah. Sampai hal-hal kecil di mainan itu tidak terlewatkan. Komentar Omku saat mengamati beberapa gambarnya, dia berkomentar,

”Ini sih kalau di kantor dibilang gambar foto”

”Gimana to Om, kok dibilang gambar foto?”

”Maksudnya gini, apa yang dia gambar sesuai apa yang dia lihat, sak keci-kecilnya dia perhatikan, Ada beberapa tipe gambar mbak, ada karikatur, komik, poster dan masih banyak macamnya”

Aku yang tidak tahu soal gambar menggambar ya iya-iya saja. Yang jelas gambarnya makin lama makin bagus aja.

Ketika masuk SD dia suka diikutkan lomba melukis oleh gurunya. Pernah gambarnya yang menang lomba dimasukkan dalam kalender perusahaan. Sayang, kalender kenangan itu tidak kusimpan, tapi kukirim ke Ibu yang di Solo, supaya Ibu senang melihat hasil karya cucunya terpampang di kalender.

Masuk SMP, lukisannya tambah hebat. Sekarang tidak hanya melukis dengan pensil, spidol, crayon, cat air, tapi sudah bisa memakai cat minyak. Beberapa kali kegiatan sekolah yang melibatkan dekorasi, pasti dia jadi langganan dipercaya untuk menggambar panggungnya.

Senang juga melihat hasil karyanya di pintu gerbang sekolah ketika bulan kemerdekaan. Kemudian ketika ada pameran lukisan waktu acara tujuh belasan di perusahaan suami, lukisan anakku diikutkan dalam pameran. Duh bangganya.

Beberapa lukisannya sekarang jadi penghuni dinding di beberapa ruangan , menjadi kenang-kenangan kami darinya. Bila melihat lukisan-lukisannya, langsung saja terkenang akan jari-jarinya yang lincah menari-nari diatas kanvas. Aku yakin, sampai sekarangpun dia masih suka melukis. Cuma aku tak bisa menikmati dari dekat karena anakku sekarang sudah kuliah di Bandung.